Manusia diciptakan untuk beberapa waktu tertentu di dunia ini sehingga ia di uji, karena di sini (dunia) adalah tempat ujian dan pada akhirnya terdapat hari kiamat dan kebangkitan yang adalah tempat pembalasan amal perbuatan dan menurut ucapan Imam Ali: “Hari ini adalah hari beramal dan tak ada perhitungan, tetapi hari esok adalah hari perhitungan dan tak akan ada (kesempatan untuk) beramal”.Dengan ungkapan yang lebih jelasnya bahwa dunia bagaikan sebuah rumah persinggahan yang kita tinggali untuk beberapa hari dan oleh karena itu, bergantung kepada dunia yang cepat berlalu dan tertawan di dalam cengkeramannya bersumber dari kebodohan dan ketidaktahuan manusia, karena menurut hukum akal, bergantung kepada sebuah tempat persinggahan yang menjadi tempat tinggal manusia untuk beberapa hari terbatas, adalah sebuah hal yang tercela menurut hukum akal dan syareat. Dan oleh sebab itu, tenggelam ke dalam dunia dan hal-hal yang bersifat materi dan melupakan akherat menjadi bahan celaan yang dahsyat di dalam ayat-ayat al-Qur’an dan riwayat-riwayat dari para maksumin as.
Dan untuk maksud ini dapat diperoleh beberapa penegasan di antara penjelasan-penjelasan ini, seperti apa yang kita paparkan pada bagian ke-tujuh buku ini yang dalam Hikmah ke-133, no-49, beliau as berkata: “Dunia ini adalah tempat persinggahan, bukan tempat tinggal. Dan manusia di dalamnya ada dua jenis:
1- Jenis pertama adalah orang yang menjual dirinya (kepada hawa nafsu) dan dengan demikian menghancurkannya, dan
2- Jenis lain adalah manusia yang membeli dirinya (dengan mawas diri terhadap hawa nafsu) dan membebaskannya”.
Dunia tidak harus dicampakkan, tetapi hidup harus dijalani di dalamnya dan
memanfaatkan kenikmatan-kenikmatan yang ada di dalamnya, namun tidak mesti menjadi hambanya; manusia tidak harus menjual dirinya dan sebagaimana yang telah kita katakan sebagai tawanan dan hamba dunia, akan tetapi hendaknya memiliki penguasaan terhadapnya dan berada di dalam genggamannya, bukan ia berada di dalam genggaman dunia dan hal-hal materi.Anda amati bahwa rahbaniyyah, mengasingkan diri dan berkhalwat dan menyerahkan dunia kepada pemiliknya, bertentangan dengan instruksi Islam dan agama suci Islam adalah sebuah agama sosial dan mendunia dan memberikan seruan kepemimpinan (kepenguasaan) bagi seluruh dunia, tetapi bergantung kapadanya, meyakininya sebagai subyek dan menginginkan dunia untuk dunia menjadi bahan celaan.
Tidak diragukan lagi bahwa musuh-musuh Islam dan penindas dunia mengerahkan usahanya untuk memenangkan dalam perang negatif ini, mengambil kekuasaan dan khilafah dari kaum Muslimin, mendudukkan mereka di rumah dan mengambil alih kendali kepemimpinan urusan-urusan kaum Muslimin dalam genggaman tangan penuh kegelapan dan kezaliman sebagai perintah Islam.Sekarang untuk menjelaskan pembahasan sebagai akhir yang baik (husnul khitam) pengantar ini, kita nukilkan sebuah penjelasan dari Ayatullah Makarim Syirazi (semoga Allah swt menaunginya) berkenaan dengan “rahbaniyyah (memilih cara hidup seperti biarawan) dan meninggalkan dunia” dan “zuhud di dalam dunia”:Permasalahan rahbaniyyah dan meninggalkan dunia adalah salah satu bukti dan indikasi lain lagi yang digunakan untuk membuktikan hipotesa relasi agama dan permasalahan-permasalahan ekonomi dan bahwa sumber agama adalah faktor-faktor penjajahan ekonomi, karena ketika agama menyeru manusia untuk meninggalkan dunia pengertiannya adalah bahwa serahkanlah dunia dan kenikmatan-kenikmatan dunia kepada orang-orang yang tidak beragama dan ini adalah sebuah hal yang persis diinginkan oleh kaum kolonial, dan menciptakan agama seperti itu karena alasan ini juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar